IKaeN.id, TANJUNG SELOR – Dalam rangka peringatan 16 Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (HAKTP), kolaborasi antara FAMM Indonesia, Hangout Community, dan DPC GMNI Bulungan menyelenggarakan diskusi publik bertajuk “Ancaman Kekerasan Berbasis Gender Online (KBGO), Perempuan dan Kerentanan di Dunia Digital.”
Acara ini akan berlangsung Rabu, (11/12/2024) di Perpustakaan Kabupaten Bulungan dan diskusi ini merupakan bagian dari kampanye One Day One Voice (ODOV) yang mengusung tema “Kepemimpinan Perempuan Muda Akar Rumput dalam Pemerintahan Baru”.
Adapun kegiatan ini bertujuan untuk membuka ruang diskusi terkait pengalaman perempuan menghadapi ancaman KBGO. Mengampanyekan pencegahan KBGO secara daring dan luring. Dan, mendorong dukungan komunitas untuk mengatasi dan merespons kasus KBGO.
Dalam forum ini, peserta akan mendapatkan wawasan dari sejumlah narasumber yang relevan, termasuk, di antaranya Sarah, aktivis perempuan dari DPC GMNI Bulungan, yang mengupas terkait KBGO dan pemicunya, kemudian ada Jefhorison, yang merupakan Ketua Forpesi Kaltara, ia memaparkan terkait Perempuan dan Kekuatan Media Sosial.
Penyelenggara kegiatan juga menghadirkan DP3AP2KB Kaltara, yang menghubungkan persoalan Kebijakan dan Upaya Pemerintah dalam Penanganan KBGO.
Sebelum bahasan panjang terkait KBGO, diskusi turut dipantik oleh Jannah, inisiator hangout community, salah satu penggerak komunitas perempuan di Kaltara, ia menilik berbagai hal yang menjadi ancaman KBGO, perempuan dan kerentanan di dunia digital.
Ia mengungkapkan KBGO bisa bermula dari media sosial, dimulai dari kirim-kiriman stiker berbau seksis, namun dinormalisasi dan anggap biasa karena merasa hanya dari teman dan akhirnya tanpa di sadari akan terus berulang dan skemanya menjadi besar.
Banyak kasus yang telah terjadi, tapi berujung atur damai atau mediasi yang membuat pelaku tidak jera dan terus menerus berulang.
“Perlu adanya penegasan pencegahan hingga penanganan, sebab nyatanya di Kaltara KBGO sudah terjadi, dan perlu diantisipasi lebih lanjut. Tentu perlu peran tegas kita semua tidak membiasakan hal yang mengarah pada pelecehan hingga kekerasan baik terhadap perempuan maupun anak, terlebih di Kaltara,” katanya.
Setidaknya ada 30 peserta hadir, berasal dari pelajar, mahasiswa, komunitas perempuan, dan organisasi di Kaltara diproyeksikan akan berpartisipasi dalam kegiatan ini.
Selain diskusi, para peserta didorong untuk membawa poster atau kutipan yang mendukung gerakan perempuan. Dalam semangat keberlanjutan, peserta juga diharapkan membawa tumbler pribadi, sementara panitia menyediakan makanan dan minuman isi ulang.
“Melalui kegiatan ini, kami berharap dapat meningkatkan kesadaran akan bahaya KBGO sekaligus mendorong komunitas lokal untuk bersama-sama menciptakan ruang digital yang lebih aman dan inklusif bagi perempuan,” ujar salah satu panitia.
Selain itu Sarah Amelia juga menegaskan, bagaimana mengenali kasus demi kasus kekerasan berbasis gender online. KBGO merupakan kekerasan berbasis gender yang difasilitasi teknologi dan internet, meliputi sms, email, media sosial dan sebagainya yang berupa ancaman, paksaan, serangan, atau semua bentuk tindakan lainnya yang mengakibatkan rasa takut, tidak nyaman dan lain sebagainya.
Pemicu KBGO berawal dari peran gender yang, di mana perempuan yang menjadi objek baik kekerasan verbal, psikis, fisik dan lain sebaliknya.
“Hal itu juga bisa terjadi karena adanya relasi kuasa, seperti relasi kuasa Hierarkis menggambarkan Di mana seseorang atau kelompok yang lebih tinggi menindas seseorang atau kelompok di bawahnya, kemudian relasi kuasa yang mengakibatkan ketergantungan, dan bisa memicu kekerasan pula,” ungkapnya.
Sementara itu, Budiman dari pemerintah juga menegaskan, berbagai kebijakan sudah ada sebagai langkah mitigasi sekaligus penanganan terhadap berbagai kasus kekerasan, termasuk KGBO. Ia juga mengingatkan saat sudah ada UUITE, yang di mana kekerasan KBGO bisa bermula dari chat personal, dan jika mengarah pada pelecehan atau kekerasan maka chat bisa menjadi alat bukti jika kasusnya ditindaklanjuti hingga ke meja hijau.
“Ada banyak instrumen kebijakan dan peraturan yang bisa mengikat bagi pelaku, dan perlindungan bagi korban silakan diakses, ada cara dan kotak yang bisa dihubungi, dan yang terpenting baik korban maupun keluarga mau mengawal, sebab tak jarang kasus kekerasan masih dianggap aib. Kami mendukung pencegahan dan penanganan untuk stop kekerasan terhadap perempuan dan anak,” ujarnya.
Pada kesempatan ini juga dilakukan, deklarasi bersama stop kekerasan terhadap perempuan dan anak di Kaltara, dengan mencap lima jari menggunakan cat acrylic secara bersamaan di dinding yang sudah ditempel plano. Gerakan ini diharapkan menjadi gerakan yang tumbuh dari akar rumput, untuk mencegah kekerasan termasuk KBGO. (**/AF)