IKaeN.id, TANJUNG SELOR – Kejaksaan Tinggi (Kejati) Kalimantan Utara (Kaltara) akhirnya menetapkan empat tersangka dugaan perkara tindak pidana korupsi proyek pembangunan gedung Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BPSDM) Provinsi Kaltara.
Penetapan tersangka yang diduga merugikan negara miliaran rupiah ini kurang lebih enam bulan setelah penggeledahan Kantor Dinas Pekerjaan Umum, Penataan Ruang, Perumahan dan Kawasan Permukiman (DPU-Perkim) Kaltara dan disampaikan langsung oleh Plt. Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Kaltara, I Made Sudarmawan dalam press release di Kantor Kejati Kaltara, Tanjung Selor, (14/8/2025).
Ditegaskan I Made Sudarmawan, penetapan tersangka ini merupakan perkembangan dari penyidikan perkara dugaan tindak pidana korupsi pada pekerjaan pembangunan gedung BPSDM Provinsi Kaltara Tahun Anggaran 2021, sampai dengan Tahun Anggaran 2023 dan anggarannya Rp 13,9 miliar yang dilaksanakan selama dua tahun.
“Jadi karena pada tingkat penyidikan ini teman-teman penyidik telah memiliki alat bukti cukup maka pada hari ini sambil tetap dilaksanakan penyidikan, sementara baru ditetapkan empat orang tersangka,” ujar Plt. Kajati Kaltara, I Made Sudarmawan.
Empat orang yang ditetapkan sebagai tersangka berinisial ARLT, HA, AKS dan NS. Plt. Kajati tidak menyebutkan para tersangka jabatannya atau posisinya dalam kegiatan pembangunan yang diduga dikorupsi itu dengan alasan masih melanjutkan proses tahap penyidikan. Yang jelas, empat tersangka tersebut ada Aparatur Sipil Negara (ASN) dan non ASN.
Dijelaskan, I Made Sudarmawan, perbuatan melawan hukum yang pihaknya kompilasi dalam kasus ini di antaranya adalah proyek pembangunan ini tidak dikendalikan sebagaimana mestinya sehingga tidak sesuai dengan kerangka acuan kerja dan spesifikasi teknis yang telah ditetapkan maupun yang sudah tertuang di dalam kontrak.
Kemudian, lanjutnya, terdapat manipulasi laporan atau data-data yang disampaikan dalam laporan-laporan yang wajib dilaksanakan, baik dalam laporan mingguan, bulanan maupun dalam laporan pencairan anggaran. Sehingga menurut pihaknya jika ada manipulatif, berarti ada yang fiktif dan lain sebagainya.
“Dari empat tersangka ini, ada yang ASN ada yang non ASN. Nah dari yang ASN seperti tadi yang sudah saya sampaikan tidak mengendalikan kegiatan proyek sebagaimana mestinya, tidak melakukan pengawasan sebagaimana mestinya,” bebernya.
Kalau oknum ASN ini melakukan pengawasan sebagaimana mestinya, kemudian menemukan kesalahan dan melakukan tindakan-tindakan seharusnya, maka bisa dicegah dan tidak terjadi penyimpangan.
Selain terkait proyek pembangunan tidak dikendalikan sebagaimana mestinya, Plt. Kajati Kaltara juga mengungkapkan bahwa pemegang bendera atau si penyedia yang berkontrak dan sudah ditetapkan untuk mengerjakan, malah yang lain yang mengerjakan.
“Kemudian penggunaan bendera, artinya penyedia yang sedianya ditetapkan untuk melakukan kontrak, yang mengerjakan bukan dia, sehingga kualifikasi yang dibutuhkan dalam pelaksanaan kegiatan ini tidak memenuhi, karena bukan itu yang mengerjakan. Nah itulah di antaranya beberapa yang ditemukan oleh penyidik,” jelasnya.
Dari hasil penyidikan, lanjutnya, dari modus-modus yang dilaksanakan terungkaplah bahwa ada nilai 20 persen yang tidak digunakan di dalam proyek diberikan cuma-cuma kepada orang lain.
“Nah hitung sendirilah nilainya berapa persen nilainya dari yang saya sebutkan tadi diberikan kepada pihak lain 20 persen,” kata Plt. Kajati kepada awak media.
Kemudian, ia menyebutkan berdasarkan perhitungan ahli, kerugian keuangan negara dalam perkara ini sebesar Rp 2.2 miliar lebih.
“Nah Terkait pihak-pihak siapa saja yang dapat, nantilah itu kita jawab setelah penyidikan ini selesai dan tuntas. Kenapa, datanya sudah ada. Tapi itulah termasuk strategi yang kita pegang dulu. Karena jumlah kerugian keuangan negara ini sudah diketahui, siapa saja yang menerima itu pasti tindak,” tegasnya. (**)