IKaeN.id, TANJUNG SELOR – Mantan Kepala Sekolah SMA Negeri 1 Peso, Kabupaten Bulungan berinisial HF, ditetapkan Polresta Bulungan sebagai tersangka dugaan tindak pidana korupsi pengelolaan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dan Bantuan Operasional Pendidikan (BOP).
Penetapan tersangka tindak pidana korupsi yang merugikan negara Rp 864 juta lebih ini disampaikan Satreskrim Polresta Bulungan dalam perss release di Mapolresta Bulungan, Jumat (12/9/2025).
Kapolresta Bulungan, Kombes Pol. Rofikoh Yunianto melalui Kasatreskrim Polresta Bulungan, Kompol Irwan, menyampaikan tersangka diduga melakukan tindak pidana korupsi pengelolaan Dana BOS reguler Tahun Anggaran (TA) 2021 – 2023. Juga BOP TA 2023 dan BOS Kinerja Tahun 2023 pada SMA Negeri 1 Peso, Kecamatan Peso, Kabupaten Bulungan.
“Ini sesuai dengan Laporan Polisi (LP) model A, Januari Tahun 2025 kita lakukan penyelidikan dan waktu kejadian periode Tahun 2021 – 2023 dengan TKP SMA Negeri 1 Peso,” ungkap Kompol Irwan.
“Untuk terlapor di sini sudah kita tetapkan sebagai tersangka dengan inisial HF, Warga Negara Indonesia, laki-laki, umurnya 51 tahun,” sebutnya.
Kronologisnya, sebut Irwan, Satreskrim Polresta Bulungan, khususnya pada unit tindak pidana korupsi (tipikor) mendapatkan informasi adanya dugaan tindak pidana korupsi yang terjadi di SMA Negeri 1 Peso. Kemudian melaksanakan penyelidikan mulai bulan Januari 2025.
“Dari hasil penyelidikan, penyidik menyimpulkan ada tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh mantan Kepala Sekolah SMA Negeri 1 Peso,” katanya.
Adapun modus operandi yang dilakukan oleh tersangka, yang pertama adalah tidak melibatkan tim BOS, guru dan komite sekolah dalam pembuatan Rencana Kegiatan dan Anggaran Sekolah (RKAS). Seharusnya pihak sekolah harus membuat RKAS pengelolaan Dana BOS reguler, BOP dan BOS Kinerja yang disusun di akhir tahun atau awal tahun berjalan. Penyusunan RKAS dilakukan rapat antara kepala sekolah, guru dan komite sekolah.
“Pembuatan RKAS dana BOS reguler Tahun 2021 – 2022 tidak pernah dilakukan rapat pembahasan dengan guru-guru dan komite sekolah. Kemudian tersangka ini tidak ada membuat RKAS-nya, hanya diinput dalam Aplikasi Rencana Kegiatan dan Anggaran Sekolah (ARKAS) oleh tersangka sendiri,” bebernya.
Saat pembuatan rencana kerja dan termasuk penyerapan anggarannya, tersangka HF melakukan sendiri tidak melibatkan bendahara dan guru-guru atau tim BOS. Kemudian modusnya yang lain, lanjut Irwan, penarikan dana bantuan tidak diserahkan ke bendahara, tapi disimpan oleh tersangka sendiri. Bendahara hanya dimintai tanda tangan saja pada cek giro.
Karena dana bantuan tidak diserahkan ke bendahara, sehingga bendahara tidak dapat melakukan pencatatan/pembukaan atas dana bantuan tersebut.
“Jadi tersangka melakukan penarikan langsung di Bank itu sendiri yang seharusnya adalah melibatkan tim BOS dan juga bendahara,” terangnya.
Dalam laporan pertanggungjawaban yang dibuat oleh tersangka, terdapat nota-nota pembelian dari toko-toko, warung makan, bahkan toko penjual bahan bakar minyak. Dari hasil pemeriksaan pihak toko dan warung makan terkait, nota-nota tersebut sebagian besar tidak dibuat atau dikeluarkan oleh mereka, sehingga nota-nota tersebut palsu atau fiktif.
“Setelah kami kroscek kepada toko-toko penjualnya, data penjualnya kebanyakan di wilayah Peso itu sendiri, tidak ada pernah adanya barang yang dibeli oleh tersangka. Jadi memang modusnya adalah menggunakan nota-nota palsu,” ungkapnya lagi.
“Setelah kita melakukan audit, audit dilaksanakan oleh BPKP Provinsi Kaltara, terdapat penyimpangan yang menimbulkan kerugian keuangan negara sebesar Rp 846.860.000,-,” sebut Kompol Irwan.
Untuk persangkaan pasal kepada tersangka, yaitu Pasal 2 ayat (1) subsider Pasal 3 lebih subsider Pasal 9 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi. (**)